30 Kasus Korupsi 'Ditimbun' Mabes Polri

Senin, 21 Mei 2012



ilustrasi (Koran SI)

ilustrasi (Koran SI)

JAKARTA - Selain melaporkan adanya dugaan pemerasan anggota DPRD Bekasi kepada SMAN 1 RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), Tambun, Bekasi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menanyakan perkembangan penanganan kasus korupsi pendidikan yang mandek di Mabes Polri.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri mengatakan, menurut catatan ICW, sedikitnya terdapat 31 kasus korupsi yang ditangani Mabes Polri, Polda dan Polres se-Indonesia. "Dari 31, masih banyak yang mandek dan berjalan lambat," terang Febri kepada wartawan di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jaksel, Senin (14/5/2012).

Febri mengaku telah meminta klarifikasi dari pihak kriminal khusus tindak pidana korupsi, ternyata hanya ada satu kasus yang sudah ke penyidikan dan karena sudah lama tidak terekspose kasus itu sudah dijatuhi vonis.

Namun, pihak Bareskrim lanjut Febri, akan menelusuri data tersebut. Apakah memang kasus itu diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), ataukah jalan ditempat atau sebab lainnya.

"Kalau berdasarkan catatan kami 30 mandek, hanya satu ternyata tadi sudah selesai dan 30 lagi belum. Kami berharap Mabes Polri melihat kinerja anak buahnya di daerah," ujarnya.

Febri juga menanyakan kasus dugaan alat bantu mengajar di Kementerian Pendidikan yang telah ditangani Bareskrim selama satu tahun. "Ternyata hambatannya adalah pada perhitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," kata Febri.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada BPK untuk mempercepat perhitungan tersebut agar kasus ini bisa berjalan cepat. Polri lanjut Febrim tidak menjanjikan batas waktu penyelesaian kasus itu. Namun,ICW dengan koalisi masyarakat lainnya di daerah akan melakukan pertemuan rutin dengan Mabes Polri terkait penanganan korupsi di daerah baik yang ditangani Polda dan Polres ataupun di Polsek. 

KPK Periksa 4 Anggota DPRD Banten


Ilustrasi


KPK Periksa 4 Anggota DPRD Banten



Ilustrasi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa empat anggota DPRD Banten. Mereka diperiksa sebagai saksi kasus korupsi pembangunan Tiang Pancang Dermaga Pelabuhan Kubangsari yang merugikan negara hingga Rp11 miliar.

"Mereka diperiksa sebagai saksi," kata Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, (21/5/2012).

Keempat wakil rakyat tersebut adalah Nana Sumarna, Hayati Nufus, Adad Musadaas, Oji Armuji. Selain itu, KPK juga memeriksa saksi Priyono. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk menyelidiki kasus yang diduga melibatkan BUMN PT. Krakatau Steel tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan mantan Wali Kota Cilegon dua periode 1999-2004 dan 2004-2009, Tubagus Aat Syafa’at, sebagai tersangka.

Kebangkitan Nasional dan Pendidikan Politik

Kebangkitan Nasional dan Pendidikan Politik

20 Mei 1908 kita yakini sebagai tonggak sejarah bangsa ini dari keterpurukan yang substansial. Yaitu keterpurukan mental, di mana penjajahan dan penindasan oleh bangsa kita saat itu seolah menjadi takdir yang sudah selayaknya kita terima sebagai bagian dari eksistensi kelahiran setiap anak-anak negeri ini. Budi Utomo adalah salah satu simbol dominan atas kesadaran dan semangat yang tiba-tiba bangkit dan mengingatkan khalayak bahwa hakikat dari keberadaan manusia adalah bebas dan merdeka.

Lebih dari seratus tahun berlalu, dimana lembar demi lembar sejarah panjang kemerdekaan telah kita buka dan kita tulisi dengan tinta pemikiran, sikap dan gaya hidup kita sebagai sebuah bangsa. Naik turun para penguasa yang menghiasi roda-roda perjalanan pemerintahan Republik Indonesia, mungkin memberi kita sedikit hikmah saat membaca berbagai fenomena, bahwa kemerdekaan sebagai tujuan utama atau spirit dari kebangkitan nasional ternyata hanya sekedar awal yang masih banyak menuntut darah dan kerja kita anak-anak revolusi.

Telah seabad lebih kebangkitan bangsa ini kita peringati, namun saya rasa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih tetap krusial untuk dijadikan cermin dan pemicu semangat perubahan serta kebangkitan kembali bangsa yang seolah terperosok kembali ke dunia penjajahan wajah baru yaitu neomaterialisme, neokapitalisme dan neoatheisme. Mungkin banyak diantara kita yang tidak merasakannya selain hidup menjadi semakin tak terarah, ketidakpuasan akan materi yang tak kunjung usai serta agama yang hanya menjadi simbol tanpa panghayatan. Tidak pula kita menyadari, entah kapan pastinya terjadi, tiba-tiba gaya hidup anak-anak kita telah banyak berubah menjadi sama sekali tidak kita kenal, jauh dari nilai-nilai yang tiap hari diajarkan (oleh mulut-mulut kita para orang tua, tapi mungkin belum oleh hati).

Apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 1908 sehingga kita menyebutnya sebagai hari kebangkitan nasional? Saya coba untuk membuka lembar demi lembar catatan sejarah, mempelajari dan mengambil pemahaman. Saya melihat bahwa pada saat itu terjadi sebuah titik balik peradaban yang sebenarnya dimulai dari dunia eropa sendiri sebagai penjajah. Kacamata peradaban yang seolah awalnya melihat manusia sebagai makhluk yang berbeda-beda karena ras, agama, dan negara tiba-tiba berubah, semua adalah manusia yang satu! Perubahan paradigma ini berhembus ke seluruh penjuru dunia, terutama melalui jalur-jalur pendidikan dan intelektualisme. Di Indonesia hal itu terjadi dengan sangat jelas di Stovia yang menjadi pusat pendidikan calon dokter dan juga intelektual.

Hikmah kedua yang dapat saya petik dari bacaan mengenai peristiwa kebangkitan nasional tahun 1908 adalah mengenai pendidikan dan politik. Stovia sebagai lembaga pendidikan profesional Belanda yang juga menjadi tempat sekolah priyayi Indonesia saat itu ternyata telah menjadi rahim dari kesadaran sekelompok pemuda melebihi entitas kesukuan, keagamaan dan bahwa keprofesian mereka sendiri sebagai calon dokter. Kesadaran yang membuat tugas sebagai seorang intelektual tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan profesi dokter saja melainkan manusia secara luas. Kesadaran dasar itulah yang  membawa mereka pada sikap revolusioner. Hikmah yang kedua ini menyadarkan saya bahwa pembentukan kesadaran politik tidak dapat dilepaskan dari dunia pendidikan.

Politik dan Pendidikan


Selama ini kita kebanyakan menganggap bahwa politik dan pendidikan adalah dua hal dengan kutub yang berbeda. Politik berorientasi kepentingan sedangkan pendidikan justru mengajarkan untuk merangkul semua kepentingan sehingga menjadi seperti tanpa kepentingan. Oleh karenanya kedua hal tersebut senantiasa dipisahkan. Mungkin sebagian besar dari kita merasa takut jika politik dimasukkan dan ”mengotori” dunia pendidikan. Atau bahkan politik menjadikan pendidikan sebagai kepanjangan tangannya untuk memperluas kekuasaan. Secara salah banyak diantara kita menafsirkan konsep Paulo Freire mengenai pendidikan yang melanggengkan ketertindasan (pedagogy of the oppressed) akan terjadi pada dunia pendidikan yang dicampuradukkan dengan dunia politik.

Pendidikan merupakan wadah dimana pembentukan kultur generasi baru terjadi. Pendidikan adalah rahim dari setiap karakter yang akan dimiliki oleh anak-anak kita di masa depan. Dengan demikian secara sederhana kita dapat membangun sebuah asumsi bahwa perbaikan pada diri masyarakat secara ideal akan terjadi jika kita benar-benar memperhatikan pendidikan, termasuk dalam bidang politik. Ini sebenarnya selaras dengan prinsip kontekstual dan bermakna dalam kurikulum kita, yaitu menghadirkan kenyataan dunia kepada peserta didik.

Niat baik untuk membersihkan dunia pendidikan dari ’kotornya’ politik menurut saya justru lebih memperbesar peluang untuk membuat pihak-pihak tertentu memanfaatkan pendidikan demi kepentingan politiknya. Kita ambil contoh sederhana, pada era orde baru Pancasila sebagai falsafah negara diajarkan melalui penafsiran tunggal dengan alasan menghilangkan bias-bias politik seperti halnya yang terjadi pada orde lama. Namun justru itulah yang menjadi bumerang, karena penafsiran tunggal yang diajarkan adalah penafsiran yang dibuat oleh penguasa.

Perubahan sistem politik yang begitu terbuka dan desentralistik secara tiba-tiba membuat negeri ini seperti mengalami shock. Jika istilah pengasa dan penindas zaman orde baru adalah mereka para pemimpin di level ibukota maka saat ini penindas  dan polikus kotor telah menyebar demikian rata di seluruh pelosok  tanah air. Upaya pemberantasan KKN juga seolah menjadi lebih sulit. Bahkan bisa jadi karakter korup yang merajalela saat ini lebih parah daripada saat zaman penjajahan.

Sistem pemerintahan yang sehat dan bersih harus dimulai dari sistem politik yang juga bersih. Untuk mewujudkan ini dibutuhkan reformasi sistem politik dan hukum yang menyeluruh. Tapi apa mungkin? Dapatkan reformasi politik dilakukan oleh orang-orang yang telah terbiasa dan tercemar oleh sistem itu sendiri? Seandainya kita bisa mengharapkan perubahan terjadi pada generasi baru, maka seperti halnya reformasi yang dilakukan oleh Budi Utomo, itu seharusnya terjadi dalam dunia pendidikan, yaitu pendidikan yang juga memperhatikan pendidikan politik bagi anak-anaknya.  Saya yakin tugas ini sangat berat dan butuh waktu.  Namun dengan perbaikan di ranah politik, hukum dan pendidikan sekaligus kita masih memiliki harapan untuk munculnya kebangkitan nasional kembali. Perlu dicatat, kebangkitan nasional tahun 1908 mengalami puncak perjuangan 37 tahun berikutnya yaitu saat kemerdekaan RI 1945. Itu bukan waktu yang singkat dan perjuangan yang ringan.

Pendidikan Politik

Dalam bukunya yang sangat populer, Democracy and Education, John Dewey menuliskan: As formal teaching and training grow in extent, there is the danger of creating an undesirable split between the experience gained in more direct associations and what is acquired in school.

Dalam statemen tersebut Dewey menjelaskan bahwa salah satu kesalahan dari pengajaran yang terjadi di sekolah adalah ketika materi sekolah tidak mengarahkan para siswa untuk hidup di dunia nyata. Dan saya rasa memang demikian, keberhasilan pendidikan adalah ketika para peserta didik benar-benar belajar untuk hidupnya dan bahkan berpikir menyelesaikan permasalahan yang ada di sekelilingnya. Itulah mengapa kebangkitan nasional diawali dari dunia pendidikan yang memang memiliki potensi kekuatan pengubah masyarakat yang sangat besar.

Pendidikan politik bukan berarti mengarahkan anak-anak pada kepentingan-kepentingan politik tertentu. Pendidikan ini justru mengenalkan anak pada nilai-nilai penting politik dimulai dari kehidupan sekolah. Mereka diajarkan bagaimana sebenarnya kebebasan berpendapat dan tanggung jawab sebagai warga negara melalui contoh nyata yang dilakukan oleh para pengajar maupun dalam sistem sekolah itu sendiri.

Alber Bandura menyatakan bahwa pendidikan utamanya terjadi melalui komunikasi dan keteladanan (modelling). Denikian pula dengan pendidikan politik, bagi saya hal tersebut dapat diajarkan tanpa harus membuat mata pelajaran baru melainkan dengan dua langkah awal yaitu:

1. Membangun atmosfer komunikatif di sekolah. Demokrasi pada dasarnya adalah karakter yang mendasari setiap relasi dalam kelompok sosial dan intinya adalah komunikasi yang seimbang. Kebebasan berpendapat dalam undang-undang yang menjadi jantung dari kehidupan berdemokrasi kita  seharusnya dibentuk pada diri setiap insan di republik ini sejak dini di sekolah. Semakin tinggi tingkat sekolah, maka komunikasi yang dibangun dapat lebih bersifat riil mengenai berbagai permasalahan di masyarakat dan bagaimana seharusnya mereka bersikap.

2. Keteladanan dalam kehidupan berorganisasi. Sekolah merupakan sistem organisasi yang meliputi hubungan antara kepala sekolah, pegawai, guru hingga para siswa. Meskipun berbagai teori mengenai kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat telah disampaikan oleh para guru, namun tanpa contoh langsung walaupun dalam sekup kecil, maka teori-teori akan menguap dan hanya sekedar membekas di catatan raport para siswa. Bagaimana seharusnya pemimpin bersikap, bagaimana kecintaan terhadap negara diwujudkan, semua itu harus juga dicontohkan.

Kesadaran politik dari suatu sistem termasuk negara diawali dari kesadaran setiap individu di dalamnya. Oleh karena itu perubahan sebagai hasil dari proses belajar seharusnya terjadi pada setiap individu yang pada akhirnya akan menggerakkan perubahan sosial yang jauh lebih besar. Bangkitnya kesadaran pada segelintir orang adalah awal dari kebangkitan nasional. Itulah makna dari 20 Mei bagi saya.

Habibi BK
Penulis adalah Dosen FKIP Universitas Wiraraja Sumenep

Karang Taruna Harus Banyak Pelatihan

Minggu, 20 Mei 2012

Karang Taruna Harus Banyak Pelatihan
Padang Today  Berita Sosial  Kamis, 03/05/2012 - 19:00 WIB  redaksi padang-today  722 klik
Karang Taruna
Pengurus karang taruna Padang ditargetkan untuk menggelar banyak pelatihan untuk menciptakan kader pemuda yang lebih baik.

Hal tersebut disampaikan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang ketika mengukuhkan pengurus Karang Taruna Kota Padang masa bhakti 2011-2016, Kamis (3/5).

Mahyeldi menyarankan untuk menciptakan pemuda yang tangguh, penuh inovasi, serta memiliki kreativitas yang tinggi harus dibekali dengan pelatihan-pelatihan.

Pengukuhan pengurus itu, kata Richardi Akbar, Humas Pemko Padang, berdasarkan Keputusan Walikota Padang Nomor 93 Tahun 2012. Pengkuhan dihadiri dihadiri SKPD Pemko Padang, Muspida Kota Padang, Organisasi-organisasi Kepemudaan di Kota Padang, REI Sumbar, HIPMI Kota Padang, HAM Sumbar, dan beberapa BUMN.


Dijelaskan Mahyeldi untuk pelatihan pemerintah Padang bersedia memfasilitasi serta mendukung program-program Karang Taruna, sehingga sinergitas antara Pemko Padang dan Karang Taruna dalam membangunan Kota Padang benar-benar bisa direalisasikan. (*)
[ Red/web administrator]-Seleng

penyebab terjatuhnya Pesawat Sukhoi

Beberapa penyebab terjatuhnya Pesawat Sukhoi yang terjadi pada Rabu (9/5) di tebing Gunung Salak Bogor masih menjadi ulasan. menurut Budi Rizal Agen Simulator Pesawat yang selamat karena turun di ajak temannya untuk tidak naik pesawat Sempat berbincang dengan pilot Pesawat tersebut dan beliau katakan bahwa keadaan Pesawat memang baik dan normal. tetapi Pilot Sukhoi Superjet100 meminta izin turun dari ketinggian 10 ribu kaki ke 6 ribu kaki di kawasan Gunung Salak, Bogor Dan Langsung Hilang Kontak. Apa kira-kira yang menyebabkan pilot menurunkan ketinggian, mungkinkah ada gangguan?



Warga Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor jabar, melihat pesawat yang diduga sebagai Sukhoi Superjet 100 bergerak oleng sayapnya bergerak naik turun dan suaranya sangat keras ketika terbang melintas kawasan Gunung Salak tersebut Rabu petang.

dan Ia sendiri tidak tahu jika petang itu ada penerbangan pesawat Sukhoi dengan 42 penumpang yang hilang kontak ketika demo flight di atas wilayah Gunung Salak.

menurut Suharto Madjid, seorang pengamat penerbangan, kemungkinan karena masalah teknis. "Yang menarik dicermati adalah adanya percakapan pilot yang meminta izin turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Saya kira percakapan pilot dengan menara kontrol itu salah satu kunci petunjuk kenapa bisa terjadi lost contact," katanya.

Menurut mantan pilot Merpati Airlines Ronny Rosnadi, penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi kemungkinan karena human error. Karena secara teknis, Sukhoi Superjet 100 adalah pesawat keluaran baru, yang seharusnya dilengkapi dengan alat-alat untuk mengantisipasi kejadian semacam itu.

"Saya heran, kenapa pilot minta ijin turun ke ketinggian 6000 kaki. Itu sudah melanggar MOCA di kawasan tersebut. Seharusnya pesawat turun di kawasan pantai selatan Pangandaran. Kawasan ini jauh lebih aman," kata Ronny Rosnadi.

Info Trans TV

Identitas dan Mars KARANG TARUNA

KARANG TARUNA

Karang Taruna memiliki identitas berupa lambang, bendera, panji, lagu, yang merupakan identitas resmi Karang Taruna. Lambang Karang Taruna mengandung unsur-unsur sekuntum bunga teratai yang mulai mekar, dua helai pita terpampang dibagian atas dan bawah, sebuah lingkaran, dengan bunga Teratai Mekar sebagai latar belakang. Keseluruhan lambang tersebut mengandung makna: 1. Bunga Teratai yang mulai mekar melambangkan unsur remaja yang dijiwai semangat kemasyarakatan (sosial). 2. Empat helai Daun Bunga dibagian bawah, melambangkan keempat fungsi Karang Taruna yaitu : a). Memupuk kreativitas untuk belajar bertanggung jawab; b). Membina kegiatan-kegiatan sosial, rekreatif, edukatif, ekonomis produktif, dan kegiatan lainnya yang praktis; c). Mengembangkan dan mewujudkan harapan serta cita-cita anak dan remaja melalui bimbingan interaksi yang dilaksanakan baik secara individual maupun kelompok; d). Menanamkan pengertian, kesadaran dan memasyarakatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila. 3. Tujuh helai Daun Bunga bagian atas melambangkan Tujuh unsur kepribadian yang harus dimiliki oleh anak dan remaja: Taat: Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Tanggap: Penuh perhatian dan peka terhadap masalah; Tanggon: Kuat, daya tahan fisik dan mental; Tandas: Tegas, pasti, tidak ragu, teguh pendirian; Tangkas: Sigap, gesit, cepat bergerak, dinamis; Trampil: Mampu berkreasi dan berkarya praktis; Tulus: Sederhana, ikhlas, rela memberi, jujur. 4. Pita dibagian bawah bertuliskan Karang Taruna mengandung arti: Karang: pekarangan, halaman, atau tempat; Taruna: remaja. Secara keseluruhan berarti tempat atau Wadah Pembinaan Remaja. 5. Pita dibagian atas bertuliskan ADITYA KARYA MAHATVA YODHA yang berarti: ADITYA : Cerdas, penuh pengalaman. KARYA : Pekerjaan. MAHATVA : Terhormat, berbudi luhur. YODHA : Pejuang, patriot. Secara keseluruhan berarti Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil. 6. Lingkaran menggambarkan sebuah tameng, sebagai lambang Ketahanan Nasional. 7. Bunga Teratai yang mekar berdaun lima helai melambangkan lingkungan kehidupan masyarakat yang sejahtera merata berlandaskan Pancasila. 8. Arti warna: Putih: Kesucian, tidak tercela, tidak ternoda. Merah: Keberanian, sabar, tenang, dan dapat mengendalikan diri, tekad pantang mundur. Kuning: Keagungan atas keluhuran budi pekerti. Mars KARANG TARUNA KARANG TARUNA memiliki lagu Mars yang diciptakan oleh Gunadi Said. Lagu Mars ini pertama kali dikumandangkan saat dilangsungkannya Musyawarah Kerja Karang Taruna pada tahun 1975.

Mars KARANG TARUNA

Usaha Kesejahteraan Sosial ( UKS ) & Usaha Ekonomi Produktif ( UEP )

Usaha Kesejahteraan Sosial ( UKS ) & Usaha Ekonomi Produktif ( UEP ) " USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL ( UKS ) " Tugas utama yang mendasari lahirnya Karang Taruna adalah kepedulian mereka pada lingkungan masyarakat yang terkait dengan upaya memajukan usaha-usaha kesejahteraan. Karang Taruna menyadari secara partisipatif mereka dapat melakukan upaya penanganan permasalahan sosial yang ada sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki. Kepedulian Karang Taruna terhadap masalah sosial urnumnya terbangun dari nilai-nilai yang ada di lingkungan masyarakatnya. Bentuk kegiatan maupun jenis permasalahan yang ditangani pun beragam, sesuai keadaan dan permasalahan yang menonjol di lingkungan masyarakat sekitar. Jenis-jenis permasalahan sosial yang ditangani oleh Karang Taruna antara lain sebagai berikut : 1. Lansia 2. Anak & Keluarga 3. Fakir Miskin 4. Tuna Sosial 5. Penyandang Cacat 6. Kenakalan Remaja 7. HIV/AIDS dan NAPZA 8. Korban Bencana Seiring dengan makin dewasanya organisasi Karang Taruna, bentuk-bentuk kegiatan maupun pendekatan yang dilaksanakan dalam proses penanganan berbagai masalah sosial yang menjadi perhatian Karang Taruna pun semakin kreatif. Mulai dari penanganan secara sederhana hingga penanganan yang terencana dan terorganisir dengan baik. Bantuan teknis dari instansi sosial terkait sangat membantu, dan pengalaman pengurus sebelumnya dalam mengelola kegiatan serupa sering dijadikan acuan oleh pengurus berikutnya, baik dalam merencanakan kegiatan maupun bentuk pelaporan kegiatannya. Secara umum bentuk-bentuk dan pendekatan kegiatan yang mereka laksanakan di bidang UKS adalah sebagai berikut : 1. Pemberian bantuan langsung dalam bentuk natura atau kebutuhan pokok kepada masyarakat penyandang masalah. 2. Pelayanan, memberikan bantuan tenaga, menyalurkan, mendaftarkan, memberikan informasi, dsb. 3. Pendampingan, memberikan bimbingan teknis dan pendampingan dalam program-program tertentu bekerjasama dengan pemerintah maupun LSM. 4. Penyuluhan, bimbingan sosial, memberikan motivasi, konsultasi, melakukan mediasi, serta pembinaan mental generasi muda. 5. Advokasi, mendorong partisipasi masyarakat untuk bersama-sama dalam suatu program bersama yang ditujukan bagi penyelesaian masalah bersama serta melakukan perbaikan lingkungan desa secara gotong royong. " Usaha Ekonomi Produktif ( UEP ) " Karang Taruna tidak melupakan tanggung jawabnya bahwa kelak mereka harus produktif secara ekonomi untuk mendukung kehidupannya. Kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan oleh Karang Taruna umumnya bertujuan untuk membuka peluang kerja bagi anggotanya sehingga kegiatan tersebut menjadi cikal bakal terbukanya kesempatan bekerja yang lebih luas. Salah satu bentuk Usaha Ekonomi Produktif yang sering dijalankan adalah program KUBE (Kelompok Usaha Bersama). Program ini dijalankan secara berkelompok dengan beranggotakan 10 sampai 20 orang per kelompok. Tujuan umum dari penyelenggaraan UEP atau KUBE adalah: 1. Meningkatkan kualitas hidup PMKS. 2. Meningkatkan peran dalam proses industrialisasi, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM yang disertai penguatan kelembagaan. 3. Meningkatkan peran masyarakat sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing, serta peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. 4. Meningkatkan keberdayaan dan kualitas masyarakat pedesaan, sebagai salah satu modal sosial berupa jaringan kerjasama untuk memperkuat posisi tawar. 5. Peningkatan dukungan bagi pembentukan dan pengembangan Kluster Industri berbasis teknologi serta peningkatan dukungan bagi penerapan Teknologi Tepat Guna. 6. Program pengembangan komoditi unggulan daerah. Usaha ekonomi produktif (UEP) ini biasanya disesuaikan dengan potensi lingkungan dan keterampilan yang dimiliki oleh pengurus atau anggotanya. Wilayah dengan potensi pertanian seperti Jawa dan Sumatera menunjukkan adanya korelasi dengan kegiatan ekonomi produktif yang ditekuni oleh Karang Taruna melalui budidaya tanaman pangan atau palawija. Wilayah perkotaan menunjukkan kecenderungan usaha Karang Taruna di bidang jasa, dan daerah dengan hasil alam spesifik seperti rotan di Kalimantan mendorong Karang Taruna menekuni usaha kerajinan rotan. Meskipun antar daerah tetap memiliki keragaman jenis usaha, secara umum bidang-bidang kegiatan UEP yang dijalankan oleh Karang Taruna dapat antara lain: 1. Kerajinan, Konveksi, Olahan Pangan, Alat Perabotan, dll. 2. Hasil Bumi, produk olahan, barang-barang konsumen, dll. 3. Perbengkelan, salon, pembayaran kolektif, desain, percetakan/sablon, dll. 4. Kelompok usaha, koperasi, arisan, iuran remaja, dll. 5. Peternakan unggas, ikan, hewan peliharaan, dll. 6. Tanaman pangan, palawija, tanaman hias, pembibitan, dll. Kegiatan-kegiatan UEP umumnya didanai dari berbagai sumber pendanaan. Sumber atau pola pendanaan yang umum dilakukan antara lain : 1. Bantuan dari pemerintah atau dinas terkait melalui paket bantuan stimulan, baik yang disertai dengan pelatihan teknis maupun tidak. 2. Swadana anggota dan pengurus, dalam bentuk iuran maupun pinjaman. 3. Penyisihan dari hasil usaha sebelumnya atau dana yang disisihkan dari sumber-sumber lain. 4. Pinjaman perorangan, dari warga masyarakat, pengusaha atau sumber lain. 5. Modal usaha yang diberikan oleh mitra, baik perorangan maupun perusahaan. Agar Program UEP/KUBE dapat berjalan secara efektif, tepat sasaran dan berkesinambungan, maka perlu diperhatikan 3 strategi utama yang harus dijalankan dalam mengelola program UEP dan KUBE, ke tiga strategi tersebut adalah: A. PEMBERDAYAAN 1. Peningkatan penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung; 2. Peningkatan dukungan melalui pendekatan pembinaan Sentra-sentra produksi/Klaster disertai dukungan penyediaan Infrastruktur yang memadai; 3. Memprioritaskan Usaha Mikro/Sektor Informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan, terutama di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan; 4. Memfasilitasi pelatihan Budaya Usaha dan Kewirausahaan serta bimbingan teknis manajemen usaha. B. PEMBINAAN 1. Mendorong terciptanya diversifikasi usaha yang kompetitif. 2. Peningkatan kemampuan manajemen. 3. Peningkatan dan perluasan jaringan pemasaran dan hubungan sinergitas antara Industri Kecil dengan Industri besar. C. PENGEMBANGAN 1. Peningkatan SDM dan Kelembagaan melalui Pendidikan Latihan Ketrampilan Usaha dan Manajemen Usaha; 2. Penciptaan jaringan kerjasama dan kemitraan usaha yang didukung oleh Organisasi Masyarakat setempat, Swasta dan Perguruan Tinggi; 3. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya Perbankan dan Lembaga Permodalan Masyarakat lainnya.

Kebijakan dan Strategi pemberdayaan Karang Taruna

Kebijakan dan Strategi pemberdayaan Karang Taruna diarahkan pada terwujudnya kemandirian peran dibidang pembangunan kesejahteraan sosial. Kebijakan 1. Memantapkan pemahaman tentang Karang Taruna sebagai organisasi sosial yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat di kalangan masyarakat terutama pembina, pengurus dan aktivis Karang Taruna; 2. Meningkatkan peran aktif Karang Taruna dalam: a) Upaya pencegahan timbulnya permasalahan sosial di kalangan generasi muda; b) Memberikan pelayanan kepada penyandang masalah Kesejahteraan Sosial; c) Membina dan mengembangkan ketrampilan dan kewirausahaan guna terciptanya kesempatan dan lapangan kerja bagi generasi muda; d) Menciptakan kader pemimpin dan kader pembangunan serta dalam proses pembauran bangsa dikalangan generasi muda; e) Turut melestarikan dan mempertahankan ciri budaya maupun jati diri bangsa; 3. Memantapkan komunikasi, kerjasama, pertukaran informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam rangka pengembangan program/kegiatannya serta memperkuat ikatan persaudaraan dan kebersamaan antar Karang Taruna; 4. Pemberdayaan Karang Taruna dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat, dalam keterpaduan intra dan inter sektoral, serta pengembangan jalinan kemitraan; 5. Pemutakhiran data Karang Taruna secara periodik dan berkesinambungan. Strategi 1. Meningkatkan intensitas dan kualitas sosialisasi melalui kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial serta publikasi berbagai kegiatan Karang Taruna melalui media cetak, elektronik maupun media lainnya. 2. Peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi pengurus maupun aktivis Karang Taruna dalam bidang manajemen organisasi, ketrampilan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Usaha Ekonomis Produktif (UEP), kepemimpinan dan kaderisasi serta ketrampilan teknis. 3. Pengembangan fasilitas dan bantuan stimulan untuk mendorong dan mengembangkan kegiatan yang dilaksanakan Karang Taruna dari berbagai pihak yang memiliki perhatian terhadap Karang Taruna. 4. Meningkatkan kegiatan bersama antar Karang Taruna, antara lain melalui kegiatan bulan bhakti dan studi karya bhakti Karang Taruna. 5. Pemberian penghargaan kepada Karang Taruna yang memiliki prestasi tinggi, dan penghargaan pada pembina umum dan teknis serta dunia usaha yang banyak memberikan perhatian terhadap perkembangan Karang Taruna di wilayah atau lingkungannya. 6. Pendampingan dengan melibatkan pengurus dan aktivis Karang Taruna yang berkemampuan dalam program atau kegiatan yang dilaksanakan di daerahnya. 7. Meningkatkan jalinan kemitraan dalam Pemberdayaan Karang Taruna baik antar instansi pembina, antara Karang Taruna dengan instansi pembina, antara Karang Taruna dengan dunia usaha, maupun antara Karang Taruna dengan lembaga-lembaga masyarakat. Program Berdasarkan kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan tersebut, besaran program Pemberdayaan Karang Taruna meliputi: 1. Pendataan Karang Taruna; 2. Penyuluhan/motivasi Karang Taruna; 3. Pendidikan dan Pelatihan Karang Taruna; 4. Pengembangan kegiatan Karang Taruna; 5. Pengembangan jaringan kerjasama kemitraan Karang Taruna; 6. Bantuan Stimulan; 7. Pendampingan Karang Taruna; 8. Publikasi / Sosialisasi Karang Taruna; 9. Pemantapan pembina Karang Taruna; 10. Penghargaan.

Pembina & Majelis Pertimbangan Pembina Karang Taruna

Pembina & Majelis Pertimbangan Pembina Karang Taruna Karang Taruna memiliki Pembina Utama, Pembina Umum, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis dengan urutan sebagai berikut: A. Pembina Utama Karang Taruna adalah Presiden Republik Indonesia. B. Pembina Tingkat Pusat: 1. Pembina Umum adalah Menteri Dalam Negeri 2. Pembina Fungsional adalah Menteri Sosial 3. Pembina Teknis adalah Pimpinan Departemen / Kementerian Negara atau Lembaga terkait. C. Pembina Tingkat Provinsi: 1. Pembina Umum adalah Gubernur. 2. Pembina Fungsional adalah Kepala Dinas / Instansi Sosial Provinsi 3. Pembina Teknis adalah Pimpinan Instansi / Lembaga / Badan Daerah Provinsi. D. Pembina Tingkat Kabupaten/Kota: Pembina Umum adalah Bupati / Walikota. Pembina Fungsional adalah Kepala Dinas / Instansi Sosial Kabupaten/Kota. Pembina Teknis adalah Pimpinan Instansi / Lembaga / Badan Daerah Kabupaten/Kota yang terkait. E. Pembina Tingkat Kecamatan: Pembina Umum adalah Camat. Pembina Fungsional adalah Kepala Seksi / Unit Kecamatan yang tugasnya berkaitan langsung dengan Bidang Kesejahteraan Sosial. Pembina Teknis adalah Pimpinan Unit Kecamatan yang terkait dengan penyediaan dukungan bagi peningkatan fungsi Karang Taruna. F. Pembina Tingkat Desa/Kelurahan: Pembina Umum adalah Kepala Desa/Lurah. Pembina Fungsional adalah Kepala Seksi / Unit Desa/Kelurahan yang tugasnya berkaitan langsung dengan Bidang Kesejahteraan Sosial. Pembina Teknis adalah Pimpinan Unit Desa/Kelurahan yang terkait dengan penyediaan dukungan bagi peningkatan fungsi Karang Taruna. Majelis Pertimbangan Karang Taruna Majelis Pertimbangan Karang Taruna disingkat MPKT, adalah wadah penghimpun mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berjasa dan bermanfaat bagi kemajuan Karang Taruna, yang tidak memiliki hubungan struktural dengan kepengurusan Karang Taruna-nya. Setiap Karang Taruna dapat membentuk MPKT yang dilakukan melalui forum Temu Karya di masing-masing wilayahnya, yang kemudian dikukuhkan oleh forum tersebut. Susunan MPKT terdiri dari : 1. Seorang Ketua merangkap anggota; 2. Seorang Sekretaris merangkap anggota; 3. Beberapa Wakil Sekretaris (sesuai kebutuhan) merangkap anggota; 4. Anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan jumlah mantan aktivis Karang Taruna diwilayah masing-masing ditambah beberapa tokoh yang dianggap layak apabila memungkinkan. Diminta atau tidak diminta MPKT dapat memberikan masukan berupa pemikiran-pemikiran atau saran-saran dan bantuan, sebagai bahan pertimbangan Pengurus Karang Taruna dalam menyelenggarakan program kegiatan. MPKT dapat diikutsertakan dalam rapat atau pertemuan yang diselenggarakan Pengurus Karang Taruna.

Unit Teknis KARANG TARUNA

Unit Teknis KARANG TARUNA Karang Taruna dapat membentuk unit teknis, sesuai dengan kebutuhan pengembangan organisasi dan program-programnya. Pembentukan Unit Teknis pada umumnya didasari atas pertimbangan sebagai berikut: 1. Unit teknis antara lain dapat berupa badan usaha, kelompok-kelompok kerja, dan sebagainya; 2. Pembentukan unit teknis dilakukan melalui forum pertemuan atau rapat yang dipandang representatif dan sesuai kapasitasnya untuk itu, seperti antara lain dalam rapat pengurus; 3. Unit teknis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelembagaan Karang Taruna (berada dalam struktur organisasi Karang Taruna); 4. Unit teknis disahkan dan dilantik oleh Karang Taruna yang membentuknya; 5. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya, unit tekhnis harus berkoordinasi dan mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Karang Taruna; 6. Unit tekhnis dapat diisi oleh mereka baik yang duduk dalam kepengurusan, aktivis, dan warga Karang Taruna yang dipandang memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta ahli dalam bidang yang berkaitan dengan unit tekhnis yang bersangkutan.

Forum - Forum Karang Taruna

Forum - Forum Apa yang dilakukan Karang Taruna dapat diinformasikan ke pengurus lingkup kecamatan, antara lain melalui forum pertemuan yang diselenggarakan bersama dengan Karang Taruna lainnya. Dalam forum dapat terjadi adanya saling tukar informasi dan pengalaman serta masukan atau saran-saran yang saling mengisi dan melengkapi. Untuk mendayagunakan pranata jaringan komunikasi, informasi, kerja sama dan kolaborasi antar Karang Taruna yang lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka diadalkan Forum Pertemuan Karang Taruna. Bentuk-bentuk forum tersebut terdiri dari : 1. Temu Karya ; 2. Rapat Kerja ; 3. Rapat pimpinan ; 4. Rapat Pengurus Pleno ; 5. Rapat Konsultasi ; 6. Rapat pengurus Harian. Bentuk-bentuk forum tersebut diadakan terutama untuk lebih mendayagunakan Pengurus Karang Taruna desa/kelurahan dan Pengurus dilingkup kecamatan sampai nasional sebagai pranata jaringan komunikasi, informasi, kerja sama dan kolaborasi Karang Taruna. Panduan penyelenggaraan dan Mekanisme forum-forum tersebut untuk tingkat kecamatan sampai nasional selanjutnya ditetapkan dalam bentuk Peraturan Organisasi dan Pedoman Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh forum pengambilan keputusan secara bertingkat dengan tetap mengacu pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Mekanisme Kerja KARANG TARUNA

Mekanisme Kerja KARANG TARUNA Mekanisme Kerja Pengurus Karang Taruna desa/kelurahan melaksanakan fungsi-fungsi operasional di bidang kesejahteraan sosial sebagai tugas pokok Karang Taruna dan fungsinya serta program kerja lainnya yang dilaksanakan bersama pemerintah dan komponen terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengurus Karang Taruna dalam mengoperasionalkan tugas pokok dan fungsi serta program kerjanya bersama pemerintah dan komponen terkait, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme kerja sebagai langkah-langkah dalam proses penyelenggaraan suatu tugas dan fungsi serta program kerja Karang Taruna yang perlu ditempuh oleh pengurus Karang Taruna, mencakup pentahapan antara lain : 1. Pendataan potensi/Sumber dan permasalahan kesejahteraan sosial; 2. Perencanaan program; 3. Sosialisasi program-program yang direncanakan; 4. Pelaksanaan program; 5. Pemantauan dan evaluasi; 6. Pencatatan dan pelaporan. Mekanisme kerja (langkah) guna melaksanakan pentahapan tersebut ditempuh melalui : A. Pembicaraan dan pembahasan bersama dalam pertemuan atau rapat pengurus. Rapat setidaknya dapat merumuskan dan menetapkan antara lain hal-hal sebagai berikut : 1. Kegiatan apa yang akan dikerjakan; 2. Siapa yang mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan tersebut; 3. Dukungan dana yang diperlukan dan bagaimana memperolehnya; 4. Siapa saja dan pihak mana saja yang perlu dihubungi; 5. Pelaksanaannya bagaimana; 6. Dan lain-lain yang perlu diputuskan dalam rapat; B. Pertemuan kembali untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan, baik hasil, faktor pendukung dan permasalahan yang dihadapi dalam rangka menetapkan langkah-langkah berikutnya. Operasionalisasi tugas pokok, fungsi dan program kerja Karang Taruna dibidang kesejahteraan sosial yang dikerjasamakan dengan pihak lain perlu dikoordinasikan dengan instansi sosial sebagai pembina fungsional. Fungsi Pengurus Kecamatan Pengurus Kecamatan sebagai pranata jaringan komunikasi, informasi, kerja sama dan kolaborasi antar Karang Taruna Desa/Kelurahan melaksanakan fungsi sebagai berikut : A. Pengelola sistem informasi dan komunikasi: 1. Pengelola arus informasi dari dan ke Karang Taruna; 2. Penyelenggara forum pertemuan / komunikasi antar Karang Taruna; 3. Penyelenggara pertemuan antar Karang Taruna dengan pihak-pihak lain yang terkait; 4. Penyebarluasan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi serta program / kegiatan Karang Taruna. B. Pemberdaya, pengembang dan penguat sistem jaringan kerja sama (networking) antar Karang Taruna serta dengan pihak lain yang terkait, dalam arti : 1. Menjembatani dan memediasi hubungan antar Karang Taruna, antara Karang Taruna dengan pihak lain terkait, seperti dengan lembaga/instansi terkait sesuai dengan tingkatannya, pengusaha/ swasta, departemen dan lain-lain; 2. Memperkuat dan mengembangkan hubungan kerja sama kemitraan antar Karang Taruna, antara Karang Taruna dengan lembaga/instansi terkait dalam rangka lebih mengoptimalkan pelaksanaan program / kegiatannya. C. Penyelenggara mekanisme pengambilan keputusan organisasi, pendampingan dan advokasi dalam arti menyelenggarakan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam proses: 1. Pengambilan keputusan organisasi yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan penetapan kepengurusan, peningkatan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan program kerja Karang Taruna; 2. Pendampingan, yaitu melaksanakan fungsi pemberian arahan, supervisi, dan monitoring dalam penyelenggaraan organisasi dan pelaksanaan program kegiatan Karang Taruna ditingkat bawahnya. Dalam arti lain, Karang Taruna dalam satu sisi perlu memperoleh pendampingan dan disisi lain dapat berperan sebagai pendamping; 3. Advokasi, yaitu fungsi perlindungan, pembelaan, dan dukungan bagi Karang Taruna yang mengalami masalah baik dibidang hukum maupun permasalahan keorganisasian dan pelaksanaan program kerjanya. D. Konsolidasi dan sosialisasi dalam rangka memelihara solidaritas, konsistensi dan citra organisasi, dalam arti membantu mengkonsolidasikan kelembagaan Karang Taruna secara internal baik organisasi, kepengurusan, maupun manajemennya serta mensosialisasikan nilai dan gerakan Karang Taruna ke kalangan sendiri dan masyarakat luas pada umumnya, dalam rangka : 1. Solidaritas, yaitu semangat kebersamaan, kesetiakawanan sosial, persatuan dan kesatuan di kalangan generasi muda; 2. Konsistensi, yaitu menjaga bahwa apapun yang dilaksanakan Karang Taruna tetap konsisten, berkesinambungan, dan tidak menyimpang dengan tugas pokok dan fungsinya; 3. Citra Organisasi, yaitu menjaga nama baik dan ciri-ciri yang melekat pada Karang Taruna sebagai organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda. Mekanisme Hubungan Mekanisme hubungan komunikasi, informasi, kerja sama dan kolaborasi antar Karang Taruna dengan wadah pengurus di lingkup kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional adalah bersifat koordinatif, konsultatif dan kolaboratif secara fungsional serta bukan operasional. Penjabaran dari mekanisme hubungan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bersifat koordinatif, bahwa mekanisme hubungan tersebut sifatnya untuk lebih menserasikan dan menselaraskan pelaksanaan fungsi masing-masing; 2. Bersifat konsultatif, bahwa mekanisme hubungan tersebut sifatnya perundingan untuk saling memberikan nasehat atau masukan dari kedua belah pihak sesuai fungsinya masing-masing; 3. Bersifat kolaboratif, bahwa mekanisme hubungan tersebut sifatnya untuk lebih meningkatkan kerja sama kedua belah pihak sesuai fungsinya masing-masing; 4. Bukan operasional, bahwa mekanisme hubungan sebagaimana disebutkan diatas ditujukan untuk kepentingan operasionalisasi Karang Taruna ditingkat desa/kelurahan, sehingga menjadi tidak operasional ditingkat kecamatan sampai nasional; Mekanisme hubungan seperti tesebut di atas, tidak berarti bahwa setiap program/kegiatan Karang Taruna pelaksanaannya harus menunggu diinformasikan terlebih dahulu kepada pengurus lingkup kecamatan, baru dilaksanakan. Tetapi pengurus Karang Taruna langsung dapat menyelenggarakan program/kegiatannya, baik pendataan dan perencanaan maupun pelaksanaannya, termasuk dalam melakukan hubungan dengan pemerintah (seperti dengan dinas/instansi tekhnis) dan komponen terkait lainnya (seperti pengusaha/swasta).

Keanggotaan dan Kepengurusan Karang Taruna

Keanggotaan dan Kepengurusan Karang Taruna KEANGGOTAAN Anggota Karang Taruna terdiri dari Anggota Pasif dan Anggota Aktif: Anggota Pasif adalah keanggotaan yang bersifat stelsel pasif (Keanggotaan otomatis), yakni seluruh remaja dan pemuda yang berusia 11 s/d 45 tahun; Anggota Aktif adalah keanggotaan yang bersifat kader, berusia 11 s/d 45 tahun dan selalu aktif mengikuti kegiatan Karang Taruna. KEPENGURUSAN Kriteria Pengurus Secara umum, untuk menjadi pengurus Karang Taruna seseorang harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa; Setia kepada Pancasila dan UUD 1945; Berdomisili di wilayah tingkatannya yang dibuktikan dengan identitas resmi; Memiliki kondisi jasmani dan rohani yang sehat; Bertanggung jawab, berakhlak baik, dan mampu bekerja dengan timnya maupun dengan berbagai pihak; Berusia minimal 17 tahun dan maksimal 45 tahun; Mengetahui dan memahami aspek keorganisasian serta ke-Karang Taruna-an; Peduli terhadap lingkungan masyarakatnya; Berpendidikan minimal SLTA/sederajat untuk kepengurusan tingkat Kabupaten/Kota hingga nasional, minimal SLTP/sederajat untuk kepengurusan tingkat kecamatan, dan minimal lulusan SD/sederajat untuk tingkat Desa/Kelurahan atau komunitas sosial sederajat. Pengurus Kecamatan Pengurus Karang Taruna tingkat Kecamatan dipilih dan disahkan dalam Temu Karya Kecamatan. Pengurus Karang Taruna tingkat Kecamatan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Camat dan dilantik oleh Camat setempat. Pengurus Karang Taruna tingkat Kecamatan selanjutnya berfungsi sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna diwilayahnya. Karang Taruna tingkat kecamatan memiliki pengurusan minimal 25 Orang, masa bhakti 5 (Lima) Tahun dengan struktur sekurang kurangnya terdiri dari: Ketua; Wakil Ketua 1; Wakil Ketua 2; Sekretaris; Wakil Sekretaris 1; Wakil Sekretaris 2; Bendahara; Wakil Bendahara 1; Wakil Bendahara 2; Bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia; Bagian Usaha Kesejahteraan Sosial; Bagian Pengembangan Ekonomi Skala Kecil dan Koperasi; Bagian Pengembangan Kegiatan Kerohanian dan Pembinaan Mental; Bagian Pengembangan Kegiatan Olahraga dan Seni Budaya; Bagian Lingkungan Hidup dan Pariwisata; Bagian Hukum, Advokasi dan HAM; Bagian Organisasi dan Pengembangan Hubungan Kerjasama Kemitraan; Bagian Hubungan Masyarakat, Publikasi dan Pengembangan Komunikasi; Pengurus Desa/Kelurahan Pengurus Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan dipilih dan disahkan dalam Temu Karya Desa/Kelurahan. Pengurus Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah dan dilantik oleh Kepala Desa/Lurah setempat. Pengurus Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan selanjutnya berfungsi sebagai Pelaksana Organisasi dalam diwilayahnya. Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan atau komunitas sosial yang sederajat memiliki Pengurus minimal 35 Orang, masa bhakti 3 (Tiga) Tahun dengan struktur sekurang kurangnya terdiri dari: Ketua; Wakil Ketua; Sekretrais; Wakil Sekretaris; Bendahara; Wakil Bendahara; Seksi Pendidikan dan Pelatihan; Seksi Usaha Kesejahteraan Sosial; Seksi Kelompok Usaha Bersama; Seksi Kerohanian dan Pembinaan Mental; Seksi Olahraga dan Seni Budaya; Seksi Lingkungan Hidup; Seksi Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Kemitraan. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tujuan, Tugas Pokok & Fungsi Karang Taruna

Tujuan, Tugas Pokok & Fungsi Karang Taruna Tujuan Karang Taruna adalah : Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah sosial. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian serta berpengetahuan. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna. Termotivasinya setiap generasi muda Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang memungkinkan pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya. Tugas Pokok Karang Taruna adalah: Secara bersama sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya. Fungsi Karang Taruna adalah : Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda secara komprehensif, terpacu dan terarah serta berkesinambungan. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik lndonesia. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Penguatan sistem jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya. Penyelenggara Usaha usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.

Pengertian Karang Taruna

Pengertian Karang Taruna Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/ kelurahan dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Rumusan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: Karang Taruna adalah suatu organisasi sosial, perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS). Sebagai wadah pengembangan generasi muda, Karang Taruna merupakan tempat diselenggarakannya berbagai upaya atau kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan karya generasi muda dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM). Karang Taruna tumbuh dan berkembang atas dasar adanya kesadaran terhadap keadaan dan permasalahan di lingkungannya serta adanya tanggung jawab sosial untuk turut berusaha menanganinya. Kesadaran dan tanggung jawab sosial tersebut merupakan modal dasar tumbuh dan berkembangnya Karang Taruna. Karang Taruna tumbuh dan berkembang dari generasi muda, diurus atau dikelola oleh generasi muda dan untuk kepentingan generasi muda dan masyarakat di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat. Karenanya setiap desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dapat menumbuhkan dan mengembangkan Karang Tarunanya sendiri. Gerakannya di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial berarti bahwa semua upaya program dan kegiatan yang diselenggarakan Karang Taruna ditujukan guna mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama generasi mudanya.

Sejarah KARANG TARUNA

Logo KARANG TARUNA
Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1969 di Kampung Melayu Jakarta, melalui proses Experimental Project Karang Taruna, kerjasama masyarakat Kampung Melayu/ Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY) dengan Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial. Pembentukan Karang Taruna dilatar belakangi oleh banyaknya anak-anak yang menyandang masalah sosial antara lain seperti anak yatim, putus sekolah, mencari nafkah membantu orang tua dsb. Masalah tersebut tidak terlepas dari kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat kala itu. MASA KELAHIRANNYA S/D DIMULAINYA PELITA (1960 – 1969) Tahun 1960–1969 adalah saat awal dimana Bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan disegala bidang. Instansi-Instansi Sosial di DKI Jakarta (Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial) berupaya menumbuhkan Karang Taruna–Karang Taruna baru di kelurahan melalui kegiatan penyuluhan sosial. Pertumbuhan Karang Taruna saat itu terbilang sangat lambat, tahun 1969 baru terbentuk 12 Karang Taruna, hal ini disebabkan peristiwa G 30 S/PKI sehingga pemerintah memprioritaskan berkonsentrasi untuk mewujudkan stabilitas nasional. DIMULAINYA PELITA HINGGA MASUK GBHN (1969 – 1983) Salah satu pihak yang berjasa mengembangkan Karang Taruna adalah Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin (1966-1977). Pada saat menjabat Gubernur, Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi bagi tiap Karang Taruna dan membantu pembangunan Sasana Krida Karang Taruna (SKKT). Selain itu Ali Sadikin juga menginstruksikan Walikota, Camat, Lurah dan Dinas Sosial untuk memfungsikan Karang Taruna. Tahun 1970 Karang Taruna DKI membentuk Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kecamatan sebagai sarana komunikasi antar Karang Taruna Kelurahan. Sejak itu perkembangan Karang Taruna mulai terlihat marak, pada Tahun 1975 dilangsungkanlah Musyawarah Kerja Karang Taruna, dan pada moment tersebut Lagu Mars Karang Taruna ciptaan Gunadi Said untuk pertama kalinya dikumandangkan. Tahun 1980 dilangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Karang Taruna di Malang, Jawa Timur. Dan sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1981 Menteri Sosial mengeluarkan Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna dengan Surat Keputusan Nomor. 13/HUK/KEP/I/1981 sehingga Karang Taruna mempunyai landasan hukum yang kuat. Tahun 1982 Lambang Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI nomor.65/HUK/KEP/XII/1982, sebagai tindak lanjut hasil Mukernas di Garut tahun 1981. Dalam lambang tercantum tulisan Aditya Karya Mahatva Yodha (artinya: Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil) Pada tahun 1983 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang didalamnya menempatkan Karang Taruna sebagai wadah pengembangan generasi muda. MASUK GBHN SAMPAI TERJADINYA KRISIS : v Tahun 1984 terbentuknya Direktorat Bina Karang Taruna; v Tahun 1984-1987 sejumlah pengurus/aktivis Karang Taruna mengikuti Program Nakasone menyongsong abad 21 ke Jepang dalam rangka menambah dan memperluas wawasan; v Tahun 1985 Menteri Sosial menyatakan sebagai Tahun Penumbuhan Karang Taruna, sedangkan tahun 1987 sebagai Tahun KualitasKarang Taruna; v Karang Taruna Teladan Tahun 1988 berhasil merumuskan: Pola Gerakan Keluarga Berencana Oleh Karang Taruna; v Tahun 1988 Pedoman Dasar Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI no. 11/HUK/1988; v Kegiatan Studi Karya Bhakti, Pekan Bhakti dan Porseni Karang Taruna merupakan kegiatan dalam rangka mempererat hubungan antar Karang Taruna dari sejumlah daerah; v Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) sebagai sarana tempat Karang Taruna berlatih dibidang-bidang pertanian dan peternakan; v Bulan Bhakti Karang Taruna (BBKT) biasanya diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Karang Taruna. Merupakan forum kegiatan bersama antar Karang Taruna dari sejumlah daerah bersama masyarakat setempat, kegiatannya berupa karya bhakti/pengabdian masyarakat; v Tahun 1996 bekerjasama dengan Depnaker diberangkatkan 159 tenaga dari Karang Taruna untuk magang kerja ke Jepang antara 1 s/d 3 tahun, dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang usaha; v Pelibatan Karang Taruna dalam kesehatan reproduksi remaja diadakan agar Karang Taruna dapat berperan sebagai wahana Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi remaja warga karang Taruna; KARANG TARUNA DALAM SITUASI KRISIS (1997 – 2004) Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi, yang dengan cepat menjadi krisis multidimensi. Imbas dari krisis tersebut tak urung juga berdampak pada lambannya perkembangan Karang Taruna. Puncaknya pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Sosial, Karang Taruna pada umumnya mengalami stagnasi, bahkan mati suri. Konsolidasi organisasi terganggu ,aktivitas terhambat dan menurun bahkan cenderung terhenti. Hal tersebut menyebabkan Klasifikasi Karang Taruna menurun walaupun masih ada Karang Taruna yang tetap eksis. Tahun 2001 Temu Karya Nasional Karang Taruna dilaksanakan di Medan., Sumatera Utara. Hasilnya antara lain menambah nama Karang Taruna menjadi Karang Taruna Indonesia, memilih Ketua Umum Pengurus Nasional KTI, serta menyusun Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga KTI. Hasil TKN tersebut memperoleh tanggapan yang berbeda-beda dari daerah. PERKEMBANGAN KARANG TARUNA TAHUN 2005 HINGGA SEKARANG Banten merupakan salah satu Provinsi yang ikut menorehkan sejarah ke-Karang Taruna-an. Pada tanggal 9-12 April 2005 digelar Temu Karya Nasional V Karang Taruna Indonesia (TKN V KTI) di Propinsi Banten. Beberapa hal yang dihasilkan pada TKN V tersebut antara lain: v Pemilihan Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) periode 2005 – 2010; v Perubahan nama KTI menjadi Karang Taruna; v Merekomendasikan Pedoman Dasar Karang Taruna yang baru yang akan ditetapkan oleh MENSOS RI. Pada tanggal 29 Juni - 1 Juli 2005 diselenggaran Rapat Kerja Nasional Karang Taruna (Rakernas Karang Taruna) di Jakarta dalam rangka menyusun program kerja. Pada tahun yang sama, Menteri Sosial mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna (pengganti Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/1988), sebagai tindak lanjut rekomendasi Temu Karya Nasional V di Banten. dan pada tanggal 23 – 27 September 2005 diselenggarakan BBKT dan SKBKT di Propinsi DIY dengan peserta lebih kurang 3.000 orang terdiri dari anggota dan pengurus Karang Taruna dari seluruh wilayah Indonesia. Pengakuan dan Perhatian para penentu kebijakan di negeri ini terhadap keberadaan Karang Taruna dibuktikan dengan masuknya nama Karang Taruna dalam beberapa regulasi atau perundang-undangan. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, PP No. 72 & 73 tentang Desa dan Kelurahan serta UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah beberapa produk hukum yang didalamnya menempatkan Karang Taruna dengan segala peran dan fungsinya.
 
FPKT Rancaekek Copyright © 2012 Update Blogger theme - All Rights Reserved

Suport Seo By 100 free auto Backlink

Designs by Hendrytha | senantiasa belajar

Author Theme by blogpressweb.com